"Sahabatku Aku Menunggumu" Part 2
16.22
Seperti janji saya beberapa hari yang lalu, hari ini akan saya lanjutkan cerita mengenai "Sahabatku Aku Menunggumu" Part 2.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Saat adzan Ashar usai Ali menjemput Mita. Ia akan mengajak Mita ke tempat yang indah untuk melihat senja. Ia mengajak Mita ke bawah pohon linden di lapangan depan sekolah taman kanak-kanak mereka dulu.
Ali benar. Mita tersenyum lebar menyaksikan matahari bersiap tumbang, ini senja yang indah, berbeda dengan senja yang pernah ia lihat sebelumnya. Wajahnya yang sumringah ditimpa cahaya senja, rambut panjangnya mengkilat berpadan serasi dengan pita kuning yang dipakainya.
“Indah bukan?”, tanya Ali.
“Sangat indah”, jawab Mita riang.
Mereka habiskan sore itu berdua. Menatap senja yang indah ditempat yang indah pula.
=====================================================================
Pagi ditampar, siang dijambak, malam ditendang. Hari-hari bergulir lebih cepat dan cepat. Dua tahun sudah mereka lewati bersama. Hari ini tepat bulan puasa. Bulan dimana semua orang yang beragama Islam melaksanakan ibadah puasa, begitu juga dengan Mita. Umurnya sudah memasuki awal baligh. Ia sudah melakukan ibadah puasa sejak umur enam tahun. Walaupun bolong-bolong dan setenggah-setenggah tapi bunda tetap memberinya semangat. Apalagi Ali yang selalu datang ke rumah Mita saat sebelum buka puasa tiba untuk menemani Mita berbuka puasa.
Suatu hari dibulan puasa, Mita dan Ali bermain perang-perangan didekat pagar sekolahnya. Berlari-lari kesana kemari seperti baling-baling bambu. Tertawa lepas.
“Mita kamu kelompoknya Atik ya?”, tanya Ali.
“Hmm .. iya deh”, jawab Mita riang.
“Seraaaaaangggg ....”, seru Atik dari belakang.
Meraka saling menyerang memakai tembak-tembakan dari batang pohon pisang. Saling menembakkan kelawan.
“Hash hash. Capek. Berhenti ya mainnya”, kata Mita ngos-ngosan sambil memegang kaki Ali.
“Iya deh, mainnya udahan”, jawab Ali sambil menjulurkan tangan untuk membantu Mita berdiri.
Mereka berjalan keluar gerbang sekolah meninggalkan teman-temanya yang masih bermain riang. Ali menggandeng Mita mengantarkannya pulang. Sesampai di rumah Mita, Ali langsung bergegas pulang.
“Bunda, Mita haus”, kata Mita lemas.
“Adik main lari-larian terus”, jawab bunda tersenyum tipis.
“Mita batal puasa ya?”, rajuk Mita dengan wajah memelas.
“Adik.. Adik”, kata Bunda sambil menghela nafas.
“Boleh ya Bunda? Hanya sekali ini aja”, rajuk Mita lagi.
“Iya deh, tapi ini yang terakhir kali ya”, kata bunda membelai rambut putrinya yang basah oleh keringat.
Setelah mendengar persetujuan dari bunda, Mita langsung lari menuju meja makan menuangkan segelas air putih. Hari itu, puasa Mita batal untuk yang kesekian kalinya. Meski begitu ia tak pernah meninggalkan waktu sahur saat Bulan Ramadhan, walau puasanya bolong-bolong.
================================================================
Pagi hari ini awan dibungkus oleh mendung. Hitam kelam dilangit. Angin semilir pagi lenyap, yang ada angin seperti badai tornado. Hari itu Klebun berbeda dengan biasanya. Mita terbangun dari tidurnya karena suara petir diluar yang memekakkan telinganya. Ia langsung menuju kamar mandi mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Setelah itu, ia membantu bunda membersihkan rumah. Diluar rumah Ali sudah teriak-teriak memanggil nama Mita. Hari itu memang hari libur, tapi Ali akan mengajak Mita pergi dipagi buta.
“Bentar ya Ali”, kata Mita dari balik cendela.
“Iya”, jawab Ali.
Tidak lama kemudain Mita keluar berbalut kaos warna kuning dan celana tiga perempat. Rambut panjangnya dibiarkan terurai indah. Mereka berjalan beriringan menuju lapangan tempat biasa mereka bermain.
Pohon linden tempat mereka biasa bersama tertutup kabut putih tebal, hanya terlihat ujung-ujung daunnya. Mereka melangkah mendekat. Mita duduk diatas potongan-potongan bambu sambil mengkail-kail tanah dengan ranting.
“Seandainya aku pergi jauh bagaimana?”, tanya Ali mengagetkan Mita.
Mita sungguh terkejut dengan pertanyaan Ali seperti itu. Mereka dulu sudah berjanji tidak akan ada yang meninggalkan satu sama lain. Mereka akan selalu bersama, sampai kapan pun. “Tapi mengapa Ali berkata seperti itu?”, tanya Mita dalam hati.
“Memang mau ke mana?”, tanya Mita ingin tau.
“Nggak mau ke mana-mana”, jawab Ali gugup.
“Kenapa tanya gitu?”, tanya Mita.
“Nggak apa-apa. Udah nggak usah dibahas”, jawab Ali semakin gugup.
“Kenapa? Kenapa? Kamu mau pergi?”, tanya Mita ingin tau.
Tapi Ali hanya diam mebisu. Tanpa jawaban pasti. Tak ada penjelasan yang jelas.
Air mata Mita seketika itu tumpah. Ia menunduk dan semakin kuat mengkail tanah-tanah itu hingga ranting itu patah. Tanah itu basah, basah oleh air mata Mita. Ali yang mengerti hal itu langsung memeluk Mita erat-erat.
“Aku nggak akan pergi ke mana-mana”, kata Ali menenangkan Mita.
“Kenapa tadi bilang seperti itu tadi? Itu tandanya kalau kamu mau pergi”, kata Mita dengan nada tinggi.
“Maaf. Ali tidak bermagsud apa-apa”, ujar Ali.
Mita diam dalam isak tanggisnya.
“Maafkan Ali. Aku nggak akan pergi ke mana-mana. Kita akan selalu bersama jadi sahabat sejati”, ujar Ali meminta maaf.
“Janji ya?”, kata Mita.
“Iya, janji. Jangan nagis lagi ya,” kata Ali sambil tersenyum.
Mita pun ikut tersenyum mendengar janji yang terucap dari bibir Ali. Mereka berdua bermain bersama, tertawa lepas dibawah pohon linden.
================================================================
Hari ini pagi begitu cerah. Sangat amat cerah dengan matahari yang memancarkan cahaya eloknya. Sudah 15 menit Mita menunggu kedatangan Ali menjemput, tapi tak ujung datang. Perasaannya gelisah dicampur rasa takut, takut Ali kenapa-kenapa.
“Adik berangkat dulu sana. Nanti kalau Ali jemput biar bunda yang jelasin kalau Adik udah nunggu lama”, seru bunda sambil beres-beres meja makan.
“Tapi Bunda... Mita ngak mau ninggalin Ali”, jawab Mita.
“Adik nanti terlambat loh”, ujar Bunda.
“Hmm.. nunggu bentar ya Bunda”, kata Mita merajuk.
Jam sudah menunjukkan jam 7 lebih 40 menit, itu tandanya 5 menit lagi bel sekolah berbunyi.
“Mita berangkat ya Bunda. Nanti kalau Ali datang bilang kalau Mita udah hampir terlambat”, kata Mita berpamitan.
“Iya Adik. Hati-hati ya”, jawab Bunda sambil mencium kening Mita.
================================================================
Setiba disekolah bel langsung berbunyi. Mita masuk kelas tapi batang hidung Ali tidak nampak. Mita sangat resah. Pikirannya kesana-kemari. Pelajaran hari ini tidak ada yang ia perhatikan, terhiraukan olehnya. Ke mana Ali? Kenapa tidak masuk sekolah? Apa ia sakit? Apa ia ada urusan keluarga? Apa ia ? Apa ia ? ... Pertanyaan demi pertanyaan tentang Ali menyesakkan otaknya.
Triung .. triung .. tek ..
Bel istirahat berbunyi. Saat ia keluar dari kelas, tak sengaja mendengar ada yang menyebut nama Ali. Ia menyebarkan pandangan mencari sumber suara. Ternyata itu bu guru dan dua orang tak dikenalnya. Ia melangkah mendekat ke posisi mereka. Ia mendengar sedikit pembicaraan dari mereka. Tentang Ali, tentang Ali yang pindah ke Papua. Papua? Ia belum mengerti benar tentang pembicaraan itu tadi.
Setelah dua orang itu meninggalkan bu guru, ia bergegas lari mendekat ke bu guru untuk meminta penjelasan tentang Ali. Awalnya bu guru tidak mau menceritakan yang sebenarnya tentang hal itu, tapi ia terus mendesak bu guru.
“Ali pindah ke Papua. Ia sudah berangkat tadi pagi jam 6. Ia akan tinggal bersama keluarga besarnya disana”, kata bu guru memberi penjelasan.
“Papua?” tanya Mita ingin tau sambil menahan tangis.
“Pindah? Jauh? Kenapa Ali mengingkari janjinya? Mengapa?”, gumam Mita.
Air matanya tak tertahan, tumpah seketika. Pikirannya mencari-cari jawaban atas pertanyaannya. Ia langsung lari, lari sekuat tenaga menuju tempat ia bersama Ali menghabiskan waktu bersama. Dibawah pohon linden tangisannya semakin kencang, terisak-isak.
“Mengapa kamu mengingkari janji? Mengapa?”, teriak Mita kencang-kencang.
Bunda yang mengetahui anaknya lari dari sekolah langsung menyusul ketempat itu. Bunda memeluk putrinya erat-erat. Bunda mengerti bagaimana perasaan putrinya sekarang.
“Ali pasti punya alasan sebelum melakukan hal ini Adik”, kata bunda menenangkan Mita.
“Mengapa Ali mengingkari janjinya? Mengapa?”, teriak Mita lagi.
“Adik harus tegar ya. Ali pasti kembali suatu saat nanti dan pasti akan menjelaskan mengapa dia melakukan hal ini. Ali kan nggak suka kalo Adik cenggeng. Ali pasti kembali memberikan penjelasan pasti. Adik percaya bunda ya sayang”, bujuk Bunda.
Mita hanya diam dalam tangisnya.
“Mungkin Bunda benar. Ali pasti punya alasan sebelum melakukan hal ini. Tuhan, dimana pun Ali berada, lindungilah dan bahagiakanlah dia. Mita bakal nunggu Ali sampai kapan pun, karena Mita yakin hanya Ali pembawa senyum Mita dan Ali bakal selalu jadi sahabat sejati Mita”, gumam Mita dalam hati.
================================================================
Mita kembali meneteskan air matanya. Ia menangis dalam diam, terisak dalam senyap saat sekelibat kenangan itu hadir kembali. Baginya sangat sulit melupakan semua potongan kejadian bersama Ali. Semua potongan kejadian-kejadian itu tertata rapi didalam hatinya sampai sekarang. Potongan kejadian yang akan ia simpan selalu. Ia berharap Ali akan kembali dan memberikan penjelasan tentang kejadian itu. Ali akan selalu jadi sahabat sejati Mita.
SELESAI
Begitulah akhir ceritanya, semoga Ali yang entah sekarang ada dimana dapat membaca tulisan saya ini :)
0 komentar